Pada tahun 637 M, telah terjadi nota kesepahaman atau perjanjian yang ditanda tangani oleh Khalifah Umar ibn Khattab wakil Umat Islam dengan Saint Sophronius wakil Umat Kristen. Perjanjian dilakukan setelah umat Islam di bawah pemerintahan Umar ibn Khattab menaklukan wilayah Palestina. Perjanjian ini disebuat Perjanjian Umar atau disebut juga perjanjian " al Ubdah al Umairah". 
Isi perjanjian ini secara umum meminta kepada umat Islam untuk tidak melakukan teror atau mengganggu umat Kristen yang hidup di wilayah palestina. Jika umat Islam benar benar mampu mengayomi, tidak mengganggu atau tidak melakukan teror kepada umat Kristen, maka Palestina diserahkan sepenuhnya untuk di kelola oleh umat Islam.
 Selama 368 tahun, hubungan antara umat Islam dengan umat Kristen di wilayah Palestina dan wilayah lain terjalin sangat harmonis, hidup rukun saling menghormati dan saling menghargai satu dengan lainnya. Kenapa demikian? Karena kedua belah pihak khususnya umat Islam yang berkuasa, di bawah kepemimpinan Umar ibn Khattab benar benar mematuhi dan menjalankan isi perjanjian yang telah disepakati.
Kehidupan damai antara Islam dan Kristen dan juga Yahui berubah menjadi penuh konflik dan pertentangan, setelah kekhalifahan Islam dipegang Bani Umayyah tepatnya pada masa kepemimpinan al Hakim pada tahun 1009 M. Pada masa kekhalifahan al Hakim terjadi berbagai teror dan ancaman yang dilakukan kepada umat Kristen dan Yahudi di berbagai wilayah khsusunya yang hidup di Palestina dan Mesir. 
Dalam pandangan Khalifah al Hakim, perjanjian Umar yang dikenal deegan perjanjian  al Ubdah al Umairah dianggap sudah selesai atau berakhir, sehingga umat Islam bisa melakukan perbuatan atau aktivitas tanpa harus merujuk kepada perjanjian Umar tersebut. 
Dari sinilah mulai muncul benih perseteruan antara umat Islam dengan umat Kristen yang akhirnya menimbulkan perang salib yang pertama yang dicetuskan oleh Paus Urbanus II pada tahun 1095.
Sampai sekarang Palestina menjadi obyek rebutan tiga agama samawi yaitu Islam, Kristen (Nasrani)  dan Yahudi. Palestina dianggap kota suci oleh tiga agama samawi tersebut. Umat Islam menganggap di Palestina telah terjadi sejarah keagaman yang sangat berharga, karena Rasulullah Muhamamd SAW melakukan isra' mi'raj dari Masjidil haram Makah menuju Masjidil Aqsha (Palestina) kemudian naik ke shidratul muntaha juga dilakukan dari Palestina. 
Bagi umat Kristen memiliki keyakinan bahwa   Yerusalem bagian dari Palestina diyakini menjadi tenpat disalibnya Yesus untuk menebus dosa. Sehingga pada tahun 335 Raja Bizantium membuat gereja yang disakralkan untuk mengenang peristiwa penyaliban Yesus dalam melakukan penebusan dosa. 
Umat Yahudi memiliki keyakinan bahwa di Yerusalem terdapat tembok yang dikenal dnegan tembok Ratapan yang diyakini tempat yang efektif untuk berdoa kepada Tuhan. Di kota Yerusalem ini juga di yakini kaum Yahudi menjadi tempat dimana Ibrahim bersiap mengorbankan (Menyembelih) anaknya Ismail.
Makna Yang Bisa diambil
Makna yang bisa diambil dari perjanjian Umar atau al Ubdah  al Umairah adalah ketenangan, keharmonisan dan kedamaian masyarakat terletak pada sejauhmana masing masing elemen atau kelompok memiliki komitmen saling menghargai, menghormati satu dengan lainnya serta berusaha untuk mentaati atau patuh kepada norma yang sudah disekapati. 
Walaupun berbeda agama, suku dan kebangsaan jika masing masing mampu mengharhai dan mematuhi apa yang disepakati maka kedamaian dan keharmonisan akan mudah terwujud. Sedikit saja diantara kelompok mengkhianati atau tidak mematuhi norma dan etika yang disepakati maka sangat mudah muncul konflik dan pertentangan yang berkepanjangan.
Apapun agama, suku dan kelompoknya, jika masing  masing memiliki komitmen untuk patuh, saling menghormati dan menghargai, maka selama itu pula akan tercipta kehidupan yang aman, tentram, bahagia, sejahtera penuh keadilan. 
Jangan sampai kita bertengkar, tidak akur hanya gara gara berbeda agama, suku, kelompok dan warna kulit. Tidak ada agama yang membolehkan (mengajarkan) pemeluknya untuk berbuat jahat, bermusuhan satu dengan lainnya. 
Agama apapun selalu mengajarkan kedamaian, ketenangan, keharmonisan, saling menghormati dan menghargai satu dnegan lainnya. Perjanjian Umar bukti kalau sesama manusia walaupun berbeda agama bisa hidup rukun, tentram dan damai. Indonesia negara yang memiliki berbagai macam perbedaan, oleh sebab itu kuncinya, kita sebagai bangsa harus bisa memahami perbedaan bukan memaksakan keyakinan dan kehendak.